PMKS Yogyakarta sikapi Kelangkaan BBM di Kalimantan Selatan
Kelangkaan
Bahan Bakar Minyak (BBM) sudah lama melanda daerah Kalimantan Selatan.
Persoalan ini dirasa oleh PMKS Yogyakarta sangat kontras dengan kondisi
di pulau Jawa, di mana kondisi SPBU lengang, sangat jarang terjadi
kelangkaan, serta tidak pernah dihantui pemadaman bergilir dalam waktu
yang lama.
Untuk menyikapi masalah ini, Persatuan Mahasiswa
Kalimantan Selatan (PMKS) Yogyakarta menggelar kajian mengenai
kelangkaan BBM pada Rabu (30/5). Kajian tersebut digelar di Asrama
Mahasiswa Candi Agung, Kabupaten HSU di Babadan, Yogyakarta. Kajian ini
dipimpin oleh Ahmad Rizky Mardhatillah Umar, anggota PMKS yang kuliah di
FISIPOL UGM. Kajian tersebut dihadiri oleh beberapa pengurus teras PMKS
dan perwakilan mahasiswa Kabupaten.
Masalah kelangkaan BBM
yang menimpa Kalimantan Selatan tak terlepas dari minimnya kuota BBM
Bersubsidi untuk Kalimantan. "Tidak cukup hanya 5%", papar Sri,
Bendahara PMKS Yogyakarta. Sementara itu, penambahan BBM nonsubsidi juga
tidak menyelesaikan persoaalan “Wacana untuk menambah kuota BBM
nonsubsidi hanya dikonsumsi hanya oleh segelintir orang yang punya
uang. Antrean di SPBU tetap tidak teratasi”, ungkap Haitami Fani, Sekjen PMKS Yogyakarta.
Menurut mahasiswa Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga ini, ada dua hal
yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi krisis BBM.
Pertama, menambah kuota BBM Bersubsidi untuk Kalimantan sesuai dengan
kebutuhan. Kedua, menambah jumlah SPBU di daerah terpencil agar pasokan
BBM tidak menumpuk di kota besar saja.
Selain itu,
penanggulangan masalah pelangsiran juga harus menjadi prioritas.
Distribusi BBM Bersubsidi selama ini banyak diambil oleh
pelangsir-pelangsir yang membuat BBM bersubsidi sering habis. "Oleh
sebab itu, kita perlu mengusulkan kepada pemerintah untuk segera
merumuskan sebuah Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur distribusi dan
konsumsi BBM di Kalimantan Selatan secara spesifik", kata Rif'at,
peserta diskusi.
Peraturan Daerah tersebut juga diperlukan
untuk mendistribusikan BBM secara merata ke semua kabupaten/kota di
Kalsel tanpa kecuali. “Oleh sebab itulah kita menuntut kepada pemerintah
agar SPBU di daerah terpencil segera ditambah”, lanjut Haitami.
Masalah ini juga merupakan imbas dari tidak bagusnya hubungan antara
pusat dan daerah. "Kita memiliki anggota DPR dan DPD-RI di Jakarta.
Mestinya ada komunikasi antara masyarakat di daerah dengan pemerintah
pusat dengan fasilitasi anggota DPR tersebut", kata Fathur, peserta
diskusi yang juga kuliah di Pascasarjana FISIPOL UGM.
Terkait masalah pelangsiran, mantan Ketua BEM FISIP Unlam yang sehari-hari tinggal di Asrama Amks Pangeran Antasari
tersebut juga menyatakan bahwa perlu adanya sistem pengawasan yang
lebih terpadu untuk mengatasi pelangsiran. "Bayangkan, pelangsiran di
daerah Amuntai itu sampai terorganisir dengan rapi, punya kartu anggota,
ada uang pendaftaran, dan ketika ada wacana melarang pelangsiran,
mereka langsung demo. Kira-kira perlu ada CCTV di tiap-tiap SPBU untuk
mendeteksi aktivitas ini", tutur Fathur sambil bercanda.
Jika
diruntut, masalah ini tak lain merupakan dampak carut-marutnya sistem
pengelolaan Migas di Indonesia. "Minyak kita tidak berdaulat. 88,8%
tambang kita dikuasai oleh perusahaan asing. UU 22 Tahun 2001 perlu
direvisi karena membuka celah asing untuk masuk", papar Umar, moderator
diskusi yang juga aktif sebagai Kepala Departemen Kastrat di BEM KM UGM.
Kajian tersebut menghasilkan enam butir pernyataan sikap dari PMKS
Yogyakarta untuk menanggulangi krisis BBM di Kalimantan. Enam butir
pernyataan sikap tersebut antara lain:
- 1. Menuntut kepada
pemerintah untuk menambah kuota BBM bersubsidi untuk Kalimantan, bukan
BBM non-subsidi. Wacana penambahan 5% tidak akan mencukupi kebutuhan
rakyat Kalimantan.
- 2. Menyatakan bahwa perlu adanya penambahan SPBU
untuk daerah-daerah terpencil di Kalimantan Selatan agar BBM bersubsidi
dapat dinikmati secara merata.
- 3. Mendesak kepada pemerintah untuk
mengetatkan pengawasan terhadap distribusi BBM di SPBU, dengan menindak
tegas pelaku pelangsiran yang membawa lari BBM bersubsidi secara tidak
bertanggung jawab.
- 4. Mendesak kepada DPRD dan Pemerintah Daerah
agar dapat merumuskan sebuah Peraturan Daerah untuk mengatur pola
distribusi BBM di Kalimantan Selatan agar ancaman kelangkaan dapat
diantisipasi.
- 5. Secara jangka-panjang, menuntut agar transportasi
public dan infrastruktur jalan di Kalimantan Selatan dapat segera
diperbaiki untuk menjamin percepatan pembangunan dan mengurangi konsumsi
BBM.
- 6. Mendukung Gerakan Blokade Sungai Barito sebagai upaya menekan pemerintah pusat menambah kuota BBM Bersubsidi.
Rencananya, diskusi santai PMKS Yogyakarta ini akan dilaksanakan secara
rutin dengan mengundang tokoh Kalsel di Yogya sebagai narasumber.
Diskusi berikutnya rencana akan digelar pada hari Jumat, 8 Juni.
Informasi hubungi Haitami. [*]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar